Sangat mudah mengucapkan mimpi. Saking mudahnya sampai
menjadi tidak berarti. Tapi, tanpa mimpi, apalah arti peradaban manusia?
Mungkin apabila manusia terdahulu sepuluh ribu tahun lalu tidak bermimpi, kita
sekarang masih berjubah kulit dan membawa batu kemana-mana. Dunia manusia
dipenuhi mimpi. Kita bermimpi atau hidup di dalam mimpi orang lain atau membuat
orang lain hidup di dalam mimpi kita. Mimpi itu seperti gelembung yang bisa
pecah, bertambah besar, menyiut, bertambah baru, menelan atau ditelan gelembung
lain.
Saya memulai perjalanan saya dengan mimpi: ingin menjadikan
Indonesia, minimal di lingkungan saya, lebih baik dengan ilmu desain saya. Saya
berjuang, mencari jalan, memperkaya diri, belajar, mencari tahu, maju supaya
mimpi itu tercapai. Bukan untuk menyombongkan diri, tapi saya ingin sharing mimpi. Karena dengan berbagi
mimpi dengan orang-orang dekat kita, kita bisa bantu-membantu mewujudkan
mimpi-mimpi teman kita. Bukan untuk saling melahap mimpi, tapi saling
menumbuhkan gelembung-gelembung itu. Supaya gelembung itu sampai di ujung
perjalanan hidup kita, sebelum pecah atau terlahap gelembung lain.
![]() |
| photo credit by Reylia Slaby |
Ini yang saya rasa sangat kering di keluarga kita. Semua
berjalan sendiri. Kebersamaan diartikan hanya sering bermain bareng, nongkrong
di sana sini. Mimpi menjadi seperti mimpi malam hari yang hanya dirasakan satu
orang dan tidak dibagi-bagikan. Mimpi menjadi tanpa arti, dilupakan saat mata
terbuka dan rutinitas kembali berjalan. Kuliah hanya menjadi rutinitas siang
hari selama beberapa tahun yang dijalankan tanpa rasa, tanpa hayat, tanpa
mimpi. Padahal, dengan mimpilah kita bisa menghidupi hidup kita dengan jiwa
penuh, tidak hambar.
Tahun pertama sampai kedua perkuliahan saya, di samping rasa
takjub, saya merasa kekecewaan yang begitu besar. Mengapa tidak ada luapan
jiwa-jiwa yang bersemangat? Mengapa tidak ada letupan-letupan idealisme
mahasiswa? Mengapa tidak ada mimpi? Semua terasa hambar, siang tanpa angin,
malam tanpa suara. Kemanakah kapal berisi seratusan orang ini akan berlayar?
Berlayar tanpa tahu kita akan mendarat dimana memang menantang. Tapi, apa iya
kita bisa berlayar tanpa tahu tujuan kita berlayar apa?
Sebagai kapal yang akan membawa awak kapalnya ke daratan dan
lautan desain produk yang begitu luas, mengapa saya jarang sekali merasakan
atau paling tidak mendengar diskusi-diskusi tentang dunia desain? Perbincangan
sehari-hari hanya diisi perempuan, musik, mainan, tongkrongan, gosip, si A yang
dijuluki X, si B yang dijuluki Y, kekonyolan si C, kebodohan si D. Sementara
obrolan tentang kritik-kritik tentang desain terbaru, karakter desainer A,
estetika desain ini dan itu, paham ini dan itu, selama lima tahun perkuliahan,
hampir tidak ada.
Saya pun ikut terbawa arus, hilang arah, lupa tujuan saya
berlayar apa. Mungkin memang saya masih mengeksplor, tapi saat itu adalah
mengeksplorasi tanpa jiwa. Berjalan seperti orang linglung. Saya bahkan tidak
lagi menjadi yakin dengan mimpi saya. Sampai akhirnya saya mencoba lingkungan
di luar kampus, yang penuh dengan orang-orang penuh mimpi. Orang-orang unik,
bukan dari gayanya yang nyeleneh, tapi dari idealisme yang dipegang-teguh-nya.
Saat itulah saya menemukan peta pelayaran saya dan GPS yang mengingatkan posisi
saya. Saya menentukan arah pelayaran saya, yang saya pun tidak tahu di mana
tujuan akhirnya.
Saya pun menemukan teman-teman saya dalam perjalanan.
Teman-teman yang dengan mereka saya bisa berbagi mimpi, berbagi pikiran,
berbagi kapal. Dengan inilah saya semakin mantap berlayar karena ternyata saya
tidak sendirian. Oleh maka itu, penting untuk berbagi mimpi. Karena tanpa
berbagi mimpi, saya tidak akan menemukan teman-teman yang memiliki mimpi kurang
lebih sama dengan saya dan bisa saling memotivasi dan membantu apabila yang
satu kelelahan atau ragu.
Untuk adik-adik yang baru memulai, penting juga untuk tahu
bahwa banyak kapal-kapal, daratan, dan lautan lain di luar sana yang tidak
terhitung jumlahnya. Lebih besar, lebih luas, lebih kuat, lebih dalam, lebih
tinggi, lebih dan lebih. Sebagai calon desainer produk, saingannya bukan hanya
di gedung ini saja, atau dengan kampus gajah saja, atau dengan desainer lain di
Bandung. Saingan kita adalah seluruh dunia. Oleh karena itu, berkenalanlah,
bertemanlah, dan bekerjasamalah dengan sebanyak-banyaknya orang. Jangan sombong
dengan nilai atau karya yang lebih baik dari teman-teman kalian, karena itu
semua belum ada apa-apanya. Berkompetisi bukan untuk mengalahkan, tetapi untuk
saling menjadikan diri kita lebih baik. Yakinlah dengan jalan yang kalian
pilih, sesedikit pun teman yang ada bersama kalian. Bermimpilah dan berbagi
mimpilah.
. . .
I shall
be telling this with a sigh
Somewhere
ages and ages hence:
Two roads
diverged in a wood, and I—
I took
the one less traveled by,
And that has
made all the difference.
- Robert Frost

No comments:
Post a Comment