Di luar cita-cita seluruh rakyat Indonesia termasuk saya, yaitu berupa kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat, hanya ada satu cita-cita utama yang saya dambakan terhadap Indonesia: terhapusnya sekat-sekat pemisah antara suku, ras, dan agama. Negara ini bisa terbentuk karena adanya rasa persaudaraan antara tiap golongan masyarakat di seluruh Indonesia yang jumlahnya bukan hanya belasan atau puluhan, melainkan ratusan. Tanpa ada rasa persaudaraan itu negara ini tidak akan bisa terbentuk.
Namun sepertinya keadaan semakin memburuk. Saya heran, kenapa generasi muda sekarang bukannya menjadi semakin terbuka malah menjadi semakin konservatif. Mudah sekali diprovokasi dengan nama agama. Bisa-bisanya mengancam keamanan dan bahkan membunuh orang lain hanya karena mereka itu dibilang "kafir" oleh pemimpin agama mereka.
Etnis Tionghoa pun dianggap alien perusak bangsa - etnis minoritas dan pendatang yang harus diusir dari bumi Indonesia. Akan tetapi tidak hanya mereka para rasis pembenci etnis Tionghoa saja yang salah. Saya sebagai salah seorang dari etnis Tionghoa pun salah dan tidak kalah munafik karena selalu melabel orang-orang yang katanya penduduk asli Indonesia (padahal mereka pun pendatang) itu kotor dan bau.
Sejak kecil saya (mungkin teman-teman saya juga sama) sudah diajarkan bahwa kita berbeda. Kita Tionghoa dan mereka pribumi. Kita pintar mereka tidak pintar. Kita pintar berdagang mereka pemalas. Mungkin mereka pun sudah diajarkan bahwa mereka sopan kita tidak punya sopan santun. Mereka rendah hati kita sombong. Mereka tidak pelit kita pelit. Itulah yang tertanam di otak kita. Atau agama kitalah yang benar sementara mereka salah. Agama kitalah yang akan membawa kita ke surga sementara mereka tidak.
Akan tetapi, tinggal menjadi alien di Bandung di antara mereka pun memberikan saya pelajaran berharga. Kita sama. Betapa kita sama-sama membenci teroris yang memakai topeng Islam, sama-sama membenci FPI yang merusak mengatasnamakan Allah. Betapa kita sama-sama tidak suka dijelek-jelekan dan diperlakukan berbeda.
Sampai kapan kita akan melihat diri kita berbeda? Sampai kapan kita terus memperlebar jurang di antara kita? Berkata ini pun saya munafik karena saya, secara sadar ataupun tidak, juga rasis. Namun saya tidak mau melihat Indonesia terpecah belah hanya karena golongan tertentu yang memprovokasi untuk saling membenci. Oleh karenanya saya pun akan memperbaiki sikap saya dan meluruskan pandangan saya dari bias subjektivitas.
No comments:
Post a Comment